Lembata, Pojoknesia.com - Sebanyak 350 peserta aksi yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Lembata menggelar unjuk rasa damai menolak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 serta sejumlah regulasi pemerintah terkait tata kelola Dana Desa. Aksi ini berlangsung kondusif pada Senin, 8 Desember 2025, dengan pengawalan langsung dari Kapolres Lembata, AKBP Nanang Wahyudi, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Massa aksi yang berasal dari 83 desa di Kabupaten Lembata bergerak dari Eks Kantor Bupati Lembata menuju Kantor Bupati Lembata dan Kantor DPRD Lembata. Aksi dipimpin Ketua DPC APDESI Lembata, Fransisko Raing, dengan koordinator lapangan Frederikus Daeng.
Aksi tersebut sekaligus menjadi bentuk dukungan terhadap Aksi Desa Indonesia 2025 yang digelar secara nasional di Istana Negara. Para peserta menyatakan bahwa desa-desa di seluruh Indonesia ingin menggugah perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap dampak kebijakan terbaru terkait Dana Desa.
APDESI menegaskan bahwa aksi ini bukan penolakan terhadap program pemerintah, termasuk rencana pembangunan Koperasi Desa Merah Putih, melainkan permohonan agar kebijakan pengelolaan Dana Desa tidak mengurangi kemampuan desa dalam memberikan pelayanan dan melaksanakan pembangunan. Mereka menyatakan dukungan penuh terhadap program Asta Cita ke-6, “Membangun dari desa dan dari bawah”, namun meminta agar Dana Desa tidak dipotong untuk kebutuhan pembiayaan Koperasi Merah Putih.
Dalam pernyataan sikapnya, APDESI Lembata meminta Presiden untuk mempertimbangkan pencabutan PMK 81/2025 yang dinilai menambah beban administratif desa, berisiko menunda penyaluran Dana Desa, serta berpotensi melemahkan kedaulatan fiskal desa. Mereka juga meminta penghormatan terhadap prinsip musyawarah desa dalam penyusunan aturan tata kelola Dana Desa Tahun 2026.
Selain itu, APDESI mendesak pemerintah pusat meninjau kembali regulasi yang menjadikan Dana Desa sebagai jaminan pinjaman Koperasi Merah Putih. Para kepala desa menyampaikan kekhawatiran bahwa pemotongan Dana Desa dapat melumpuhkan pelayanan dasar, seperti pembangunan infrastruktur desa, layanan kesehatan ibu dan anak, serta keberlanjutan program posyandu dan lembaga kemasyarakatan desa lainnya.
Di tingkat daerah, APDESI meminta Pemerintah Kabupaten Lembata mengalokasikan anggaran pembentukan Koperasi Merah Putih yang sebelumnya dibebankan kepada desa melalui APBDes Perubahan 2025. Mereka menilai tidak cairnya dana Non-Earmark membuat desa kesulitan membiayai kebutuhan rutin pemerintahan.
APDESI juga meminta Bupati Lembata menyurati Presiden Republik Indonesia untuk menyampaikan seluruh aspirasi desa, serta mendorong DPRD Lembata menjalin komunikasi politik dengan DPR RI dan DPD RI agar perjuangan desa mendapatkan perhatian di tingkat nasional. Selain itu, mereka meminta dukungan anggaran apabila akibat regulasi baru terdapat lembaga desa yang tidak dapat dibayarkan insentifnya, seperti kader posyandu, guru PAUD, guru ngaji, ketua RT, Linmas, PKK, lembaga adat, LPM, serta tenaga kesehatan desa.
Dalam audiensi antara perwakilan APDESI dan Pemerintah Kabupaten Lembata, Kepala Desa Dikesare, Sisko Making, menyampaikan bahwa desa membutuhkan kepastian hukum dan kajian yang komprehensif terkait PMK 81/2025. Ia menilai regulasi tersebut memiliki dasar hukum yang lemah dan berpotensi menjerumuskan desa pada pelanggaran aturan.
Senada dengan itu, Kepala Desa Meluwiting, Moh. Ali Syarif, mengungkapkan kebingungan desa dalam membayarkan anggaran lembaga desa akibat perubahan kebijakan yang terjadi secara mendadak.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Lembata, P. Kanisius Tuaq, S.P, menyatakan menerima seluruh aspirasi yang disampaikan dan mengapresiasi semangat perjuangan pemerintah desa. Ia menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari proses pembelajaran dalam masa transisi kebijakan nasional, dan pemerintah daerah tidak akan tinggal diam terhadap persoalan yang timbul akibat PMK 81/2025.
Bupati Kanisius meminta Kepala Dinas PMD segera menyiapkan surat resmi tindak lanjut yang akan ditandatangani oleh perwakilan kepala desa sebagai bentuk penyampaian aspirasi kepada pemerintah pusat.
Usai audiensi, Bupati Tuaq kembali menemui massa aksi dan menegaskan bahwa seluruh aspirasi desa akan diperjuangkan melalui jalur resmi. Ia mengimbau peserta aksi untuk kembali ke desa masing-masing dengan tertib dan damai, seraya memastikan pemerintah daerah akan terus bekerja sama dengan desa untuk mencari solusi terbaik.
Aksi unjuk rasa tersebut berakhir dengan aman dan tertib, mencerminkan solidaritas desa-desa di Kabupaten Lembata dalam memperjuangkan hak dan keberlanjutan pembangunan desa, sekaligus harapan agar pemerintah pusat mendengar secara langsung suara desa-desa di seluruh Indonesia. ***